Penulis : Chairil Anwar
Penulis adalah Profesor / Guru Besar dalam bidang kimia yang menekuni bidang Kimia Organik di Departemen Kimia FMIPA UGM.
Isu plastik kembali mengemuka ketika seekor paus sperma sepanjang 9,5 meter di perairan pulau Kapota, Kabupaten Wakatobi, Sultra, ditemukan mati pada pertengahan Nopember 2018. Yang memilukan karena di dalam perut paus ada 5,9 kg sampah plastik yang terdiri dari ribuan tali rafia, ratusan gelas plastik, hingga sandal jepit, dan sampah plastik lainnya. Ternyata Indonesia, merupakan penyumbang sampah plastik no 2 di dunia yang dibuang ke laut. Berdasarkan data yang diperoleh dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton/ tahun. Sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut. Kantong plastik yang terbuang ke lingkungan (daratan) sekitar 10 miliar lembar per tahun atau 85.000 ton kantong plastik.
Relasi manusia dengan plastik senyatanya telah berlangsung sangat lama. Plastik atau polimer berasal dari alam maupun sintetik. Kulit hewan maupun pohon bisa disebut plastik alam. Kulit hewan, kayu dan dedaunan telah digunakan sebagai busana pelindung maupun untuk perkakas sehari-hari. Memang kata plastik relatif baru digunakan untuk nama bahan. Kata plastik berasal dari kata Latin plasticus atau plastikos, yang berarti dapat dibentuk atau ditekuk atau dicetak.Kemungkinan orang Yunani kuno merujuk pada lempung atau tanah liat yang mudah dibentuk, Kata tersebut rupanya sudah digunakan sejak tahun 1600 an.
Plastik pertama hasil modifikasi bahan alam dikembangkan pada tahun 1855 untuk mengganti gading gajah oleh Alexander Parkes yang dipamerkan pada Great Exhibition di London pada tahun 1862. Plastik tersebut disebut parkesine mengambil nama Parkes. Dalam perkembangannya parkesine tidak dapat diproduksi dengan biaya murah. Kemudian plastik lain dikembangkan oleh Wesley Hyatt pada tahun 1869 yang membuat bahan film dari selulosa yang disebut seluloid. Namun yang betul-betul diakui sebagai plastik sintetik pertama diketemukan pada tahun 1909 oleh ahli kimia Belgia bernama Leo Hendrik Baekeland. Plastik hasil temuannya yang dibuat dari fenol dan formaldehid disebut Bakelite yang juga untuk menghargai penemunya. Kita mengenal istilah bal bekel sepertinya berasal dari nama tersebut. Plastik yang kita kenal sekarang dibuat dari bahan baku minyak bumi yang direngkah menjadi gas dan diproses melalui reaksi kimia yang disebut polimerisasi.
Perang Dunia telah memicu produksi plastik yang digunakan untuk berbagai peralatan perang diantaranya ban mobil atau ban pesawat maupun alat perang lainnya. Selama PD II produksi plastik AS naik 300%. Bahkan setelah PD II plastik makin mendapat tempat. Menurut pengarang Susan Freinkel, “Dari produk ke produk, dari pasar ke pasar, plastik terus bersaing dengan bahan tradisional dan menang. Mengganti sebagian baja pada mobil, mengganti kertas dan gelas dalam kemasan, dan mengganti kayu dalam furnitur. Bahan plastik seakan menawarkan berbagai jenis kegunaan yang hampir tidak terbatas. Keunggulan bahan plastik adalah murah, aman,,higinis dan dapat dibentuk menjadi apa saja. Namun seperti ungkapan tidak ada yang ideal dalam kehidupan. Begitu juga dengan plastik.
Berawal dari temuan sisa bahan plastik di alam terutama di laut pada tahun 1960an. Bersamaan dengan itu terbit buku yang sangat fenomenal tahun 1962 Silent Spring yang ditulis oleh ahli biologi yang mengemukakan bahaya pestisida karena membunuh anak-anak burung sehingga cicitannya nyaris tidak terdenagar di musim semi alias sunyi. Disusul tahun 1969 terjadi tumpahan besar minyak bumi dipantai California dan sungai Cuyahoga di Ohio terbakar karena tumpahan minyak. Keserantakan tersebut memicu kesadaran masyarakat terutama aktivis tentang polusi lingkungan. Isu lingkungan pada gilirannya menyentuh sampah plastik yang ternyata dapat bertahan cukup lama di alam atau persisten. Simbol utama masalah sampah plastik adalah the Great Pacific Garbage Patch, karena sampah plastik di lautan Pasifik mengambang sebesar negara bagian Texas. Sampah plastik di lautan dapat berasal dari dua sumber yaitu dari lautan sendiri (20%) dan dari muara sungai (80%). Dari 20 sungai di dunia sebagai penyumbang sampah terbesar (th 2015) , sungai Yangtse, Cina (333.000 ton/th) dan Gangga, India (115.000 ton/th) no 1 dan 2. Indonesia menempatkan 4 sungai yaitu Brantas no7(38.900 ton/th), Bengawan Solo no 10 (32.500 ton/th), Serayu no 14 (17.100 ton/th) dan Kali Progo no 19 (12.800 to/th).(Lebreton dkk, 2017). Nasib sampah plastik yang masuk ke laut, dapat terbelah menjadi partikel-partikel kecil yang disebut mikroplastik dengan ukuran 0,3-5 mm. Microplastik inilah yang sangat mudah dikonsumsi oleh hewan laut terutama ikan yang pada gilirannya masuk ke tubuh manusia.
Namun masyarakat dunia sudah begitu kesemsem dengan plastik. Hal itu nampak dari produksi plastik yang terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Sejak tahun 1950an hingga tahun 2015 (selama 65 tahun) kenaikan produksi mencapai 200 kali lipat. Sebagian besar plastic sekitar 36% digunakan untuk kemasan. Besaran total produksi plastik mencapai 7.8 milyar ton setara dengan 1 ton plastik untuk setiap penduduk dunia. Plastik juga sempat menjadi tema pokok filem The Graduate (1968) dengan pemeran utama Dustin Hoffman. Ben (yang diperankan Dustin Hoffman) yang baru lulus dari PT dinasehati seniornya (McGuire) agar bekerja di perusahaan kimia dengan ungkapan yang terkenal : saya hanya ingin mengatakan satu kata ‘’just one word plastics‘’.
Betapapun sisi negatif dari plastik terus mengemuka, plastik masih akan terus digunakan manusia entah sampai kapan. Upaya mengatasi cemaran lingkungan telah diupayakan dengan memperkenalkan plastik ramah lingkungan yang dapat terurai di alam, melakukan daur ulang plastic ataupun membakar. Kemudian mulai diperkenalkan plastik cerdas yaitu plastik yang dapat mengatur sendiri. Hal ini terutama terkait dengan material elektronik atau robotik, pembawa obat (drug carrier), maupun berbagai jenis peralatan medis. Plastik betapapun telah mengisi kehidupanan manusia dari hampir semua sisi : baju, peralatan listrik, perkakas rumah, bahan bangunan, hp, komputer, motor, mobil, pesawat dan banyak lainnya. Sudah semestinya kita dapat berdamai dengan plastik.
Artikel ini dimuat di Kedaulatan Rakyat 11 Januari 2019.