Penulis : Utami Irawati.
Penulis dengan nama panggilan Ami adalah alumni S1 Departemen Kimia FMIPA UGM tahun 1999-2004. Pendidikan terakhir S3 di Purdue University, pada program Interdisciplinary Ecological Science and Engineering. Saat ini merupakan staf dosen di Prodi Kimia Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat, KBK Kimia Analitik dan Lingkungan.
“Penelitian Anda tentang apa?”
Sekilas pertanyaan di atas mungkin terdengar sederhana, dan mudah untuk dijawab. Terutama jika kita memang adalah orang yang bergerak di bidang riset serta pengembangan ilmu dan teknologi. Akan tetapi, meskipun pertanyaan tersebut mudah untuk kita jawab bukan berarti jawaban kita tersebut mudah untuk dipahami oleh orang lain. Jika pertanyaan kita tersebut diajukan oleh rekan atau kolega kita yang bergerak di bidang yang sama, mereka mungkin tidak akan mengalami banyak kesulitan begitu kita memaparkan tentang topik riset yang sedang kita tekuni. Bukan tidak mungkin bahkan selanjutnya jawaban kita tersebut akan menjadi titik awal dari suatu diskusi lanjutan, mengenai kemungkinan riset baru yang dikembangkan dari jawaban kita tadi.
Namun bagaimana jika yang mengajukan pertanyaan tersebut adalah seseorang dengan latar belakang yang berbeda dengan kita? Bagaimana jika topik penelitian kita adalah bagaimana mekanisme katalisis suatu reaksi, dan yang mengajukan pertanyaan tersebut adalah seorang ahli di bidang Aeronautika? Atau mungkin jika kita ingin mengambil contoh yang lebih ekstrim, bagaimana jika yang bertanya tersebut adalah seseorang yang hanya lulusan Sekolah Menengah Umum?
Sebagai orang-orang yang telah terbiasa membaca tulisan ilmiah, menuliskan laporan hasil penelitian ataupun artikel jurnal ilmiah, kita mungkin sedikit lupa bahwa tidak semua orang berbicara dengan ‘bahasa ilmiah’ yang sama dengan kita. Dan karena kita begitu terbiasa menggunakan berbagai istilah dan jargon yang lazim kita baca dan gunakan di bidang keilmuan kita, kita terkadang lupa bahwa istilah-istilah tersebut bukanlah kosakata yang biasa digunakan orang dalam percakapan sehari-hari.
Karena terlalu terbiasa berkomunikasi dengan istilah-istilah ilmiah, kita terkadang menjadi gagap dalam berkomunikasi.
“Kuncinya itu komunikasi yang baik.” Ironis rasanya, mengingat betapa seringnya kita mendengar kalimat tersebut, menganggukkan persetujuan kita, tapi seakan lupa bahwa komunikasi dalam kalimat itu juga menyangkut bagaimana kita mengkomunikasikan ide ilmiah kita?
Mungkin dalam alam bawah sadar, kita juga merasa bahwa penggunaan berbagai jargon ilmiah saat kita berbicara dengan orang lain seakan-akan melegitimasi bahwa kita adalah seorang ilmuwan yang derajatnya jauh di atas masyarakat awam biasa.
Kita mungkin lupa, bahwa selain bergaul dengan sesama rekan dan kolega yang menekuni bidang yang sama, dalam kehidupa sehari-hari kita akan terkadang harus menghadapi situasi dimana kita harus memaparkan sesuatu tentang bidang kita, kepada orang-orang yang latar belakangnya tidak sama dengan kita.
Kita saat ini hidup di zaman dimana segala macam informasi dapat dengan mudah kita peroleh (terlepas dari benar tidaknya berita tersebut). Tentunya hal ini merupakan peluang bagi kita untuk menyampaikan ide dan pemikiran kita, ilmiah maupun tidak, kepada lebih banyak pihak. Tapi tentu saja ini juga diiringi dengan tantangan bagi kita, bagaimana menyampaikan ide dan pemikiran tersebut dengan bahasa yang mudah untuk dipahami masyarakat umum, dengan berbagai macam latar belakang yang beragam. Kemampuan mengkomunikasikan ide dan pemikiran ilmiah ini dalam bahasa yang lebih membumi juga sudah menjadi hal yang semakin populer di dunia. Sebagai contoh, salah satu kompetisi yang cukup terkenal saat ini adalah The Three Minutes Competition. Kompetisi ini pertama kali diselenggarakan di Queensland University, Australia, pada tahun 2008. Dalam kompetisi ini, mahasiswa tingkat Master dan PhD ditantang untuk memaparkan tesis atau disertasi dari hasil penelitian mereka kepada juri dan audiens, hanya dalam waktu tiga menit. Alat bantu visual yang boleh mereka gunakan hanyalah satu slide PowerPoint statik. Sekilas sepertinya tidak mungkin, mengingat rata-rata sebuah tesis untuk tingkat Master panjangnya berkisar antara 20.000 – 50.000 kata (sekitar 30-100 halaman). Akan tetapi, melihat popularitas kompetisi ini berikut antusiasme dari peserta maupun audiens, tentunya hal ini sangat mungkin untuk dilakukan.
Mengulangi kalimat di atas, bahwa Kuncinya itu komunikasi yang baik, langkah awal yang penting dari komunikasi yang baik, adalah mengenal siapa audiens kita. Kepada siapa kita mengkomunikasikan ide dan pemikiran kita. Siapa audiens kita akan menjadi pertimbangan utama tentang bahasa dan pilihan kata yang kita gunakan. Sebagai contoh, saat saya mempresentasikan proposal saya di hadapan komite penguji saya pada saat saya akan melakukan sidang proposal, tidak akan menjadi masalah jika saya menggunakan istilah semacam reaksi orde satu, masking agent, general acid catalysis, atau berbagai istilah kimia lain. Beda halnya ketika saya harus mempresentasikan penelitian saya di kelas public speaking saya, yang mahasiswanya sangat beragam, mulai dari mahasiswa jurusan Ilmu Komputer hingga jurusan Manajemen Pariwisata.
Tantangan di saat kita berusaha menyampaikan suatu konsep atau ide ilmiah dengan bahasa yang lebih sederhana, kadangkala kita merasa kesulitan menemukan istilah atau terminologi yang sesuai dengan yang kita inginkan. Sesungguhnya, ini adalah tantangan utama atas diri kita, apakah kita sendiri betul-betul memahami konsep tersebut? Mengutip apa yang pernah dikatakan oleh Albert Einstein, “If you can’t explain it simply, you don’t understand it well enough.”
Di dalam beberapa situasi, mungkin kita memang harus memberikan definisi yang sarat akan berbagai istilah ilmiah mengenai suatu konsep. Tapi bukan tidak mungkin jika ada saatnya dimana kita harus berada dalam situasi dimana akan lebih baik bagi kita untuk menjelaskan suatu konsep dengan menggunakan analogi dari kehidupan sehari-hari sehingga lebih mudah untuk dipahami oleh orang lain.
Mungkin jika ada sedikit waktu luang, fitur Simple Writer yang dikembangkan oleh XKCD (web comic yang cukup terkenal di dunia virtual) cukup menarik untuk dicoba. Fitur ini bisa diakses di http://xkcd.com/simplewriter/. Fitur ini akan melakukan pengecekan apakah kata-kata yang kita gunakan dalam teks yang kita ketikkan di dalam kolom yang disediakan termasuk dalam 1000 kosa kata yang paling umum digunakan dalam bahasa Inggris. Terdengar mudah? Atau bahkan sepertinya tidak mungkin kita bisa menjelaskan suatu konsep dengan terbatasnya jumlah kata yang bisa kita gunakan? Kita tidak akan tahu sebelum kita mencoba sendiri.
Komunikasi ilmiah tidak selalu harus disampaikan dalam bahasa ilmiah yang berat dan sukar dicerna. Jadi, mari kita mulai mencoba untuk tetap berpikir kritis dan ilmiah, namun dengan cara komunikasi yang lebih membumi.