Staf Departemen Kimia FMIPA UGM Yogyakarta. Website : http://iqmal.staff.ugm.ac.id atau http://iqmaltahir.wordpress.com
Salah satu hasil inovasi teknologi bahan dalam bidang kimia adalah plastik. Plastik adalah suatu bahan yang dikenal memiliki sifat-sifat serba guna, variasi lentur, awet dan tahan lama, serta biaya produksi yang murah. Dengan meniru bahan serupa yang alami kemudian berkembang bahan plastik sintetis dari berbagai jenis senyawa. Plastik pada awalnya diproduksi dari bahan alam seperti kolagen, getah atau selulosa termodifikasi, namun saat ini mayoritas dibuat dari bahan sintesis menggunakan reaksi polimerisasi. Mengingat sifat-sifat tersebut maka dapat kita jumpai kalau plastik saat ini dijumpai ada di mana-mana. Industri plastik tumbuh berkembang sangat pesat untuk menyediakan kebutuhan plastik sintesis yang diperlukan bagi manusia. Hampir kebanyakan produk di sekitar kita saat ini memiliki kandungan bahan plastik. Penggunaan plastik saat ini diketahui lebih dari 40% untuk keperluan packaging (pengemasan) dan sisanya adalah untuk aplikasi bangunan dan konstruksi, tekstil, produk consumer, sarana transportasi, peralatan listrik dan lain sebagainya.
Selain bermanfaat ternyata plastik menyimpan masalah pada tahap pasca penggunaannya. Plastik ternyata dapat menjadi momok bagi lingkungan dan dikhawatirkan suatu saat akan menjadi musibah bagi manusia. Hal ini justru terkait dari sifat keunggulan plastik yang awet dan tidak mudah terdekomposisi. Peruraian kembali bahan plastik menjadi komponen yang aman diketahui memerlukan waktu sampai ratusan tahun. Mengingat peruntukan plastik yang terutama untuk packaging, maka pada akhir bahan ini selesai difungsikan maka segera akan menjadi bahan yang relatif tidak bernilai lagi. Pengguna umumnya akan menjadikan plastik bekas kemasan ini sebagai bahan buangan. Produk akhir inilah yang kita kenal sebagai sampah plastik dan pada kenyataannya saat ini menjadi permasalahan sendiri khususnya karena dampaknya pada lingkungan sekitar.
Teknologi dan industri plastik saat ini sebenarnya sudah mengakomodir produk plastik yang relatif ramah lingkungan. Kita mengenal beberapa jenis plastik dengan sifat dapat didaur ulang. Produk-produk plastik ini kita kenal dengan pencantuman simbol 3R dengan kode 1-7.
- Kode plastik 1 untuk jenis Polyethylene Terephthalate (PETE) dan biasa digunakan untuk produk botol air minum dalam kemasan.
- Kode 2 adalah untuk jenis plastik High-Density Polyethylene (HDPE) yang biasa digunakan untuk botol deterjen atau shampoo.
- Kode plastik 3 adalah untuk Polyvinyl Chloride (PVC) yang umum dijumpai pada produk pipa, kusen jendela, botol non-makanan, mainan anak-anak, kursi plastik, atau komponen otomotif.
- Kode 4 adalah plastik Low-Density Polyethylene (LDPE) dan biasa untuk kantong plastik, tempat makanan, atau botol dispenser.
- Kode plastik 5 berupa jenis Polypropylene (PP) dan biasa digunakan pada tutup botol, tempat makanan (piring atau mangkuk), botol-botol obat dan botol minuman bayi.
- Kode plastik 6 adalah plastik polystyrene (PS) biasa kita kenal sebagai styrofoam.
- Kode 7 adalah untuk plastik lain seperti san (styrene acrylonitrile), abs (acrylonitrile butadiene styrene), pc (polycarbonate) dan nylon. Plastik kode 7 ini digunakan untuk peralatan rumah tangga, alat-alat elektronik, plastik kemasan, suku cadang otomotif. Plastik-plastik tersebut dapat didaur ulang dengan proses tertentu.
Selain jenis-jenis plastik yang dapat didaur ulang, tentu saja masih ada plastik yang relatif kurang ramah lingkungan. Plastik jenis ini digunakan untuk keperluan khusus, misal yang memerlukan ketahanan terbakar (flame retardant). Plastik jenis ini akan memiliki komponen yang tidak ramah lingkungan karena mengandung komponen Persistent Organic Pollutan (POP).
Produk plastik 1-7 meskipun dikenal dapat didaur ulang, namun dalam kenyataannya tidak semuanya dapat dilakukan dengan mudah. Beberapa industri daur ulang plastik hanya memilih jenis plastik tertentu saja seperti HDPE atau PETE. Di masyarakat, sampah plastik dari jenis ini dikenal sebagai sampah plastik yang memiliki nilai ekonomi karena laku dijual melalui pemulung. Oleh pemulung biasa disetor ke pengepul dan pada akhirnya akan dikirim ke industri daur ulang. Itupun biasanya disyaratkan sudah bersih dan tidak bercampur dengan jenis plastik atau sampah lainnya.
Sebagian jenis plastik lain yang secara teori dapat didaur ulang namun kenyataannya tidak banyak industri daur ulang yang memanfaatkannya. Hal ini karena nilai ekonomi yang dihasilkan sangat kecil. Termasuk dalam hal ini adalah sampah plastik kemasan, tas kresek dan plastik gabus jenis styrofoam. Akibat dari minimnya penyerapan sampah plastik ini oleh pengepul maka umumnya plastik ini akan dibuang sebagai sampah.
Sampah plastik seperti halnya alur pembuangan sampah lainnya maka akan berhilir di tempat penampungan/pemrosesan akhir (TPA). Jika sampah organik umumnya dapat terdekomposisi relatif cepat, untuk sampah plastik akan memerlukan waktu yang jauh lebih lama. Plastik akan tertimbun dan sampai puluhan tahun akan tetap utuh. Di TPA menimbulkan masalah karena tidak akan mereduksi volume sampah yang ada dan hal inilah yang menyebabkan kapasitas tampung TPA semakin cepat terlampaui. Plastik juga secara tidak langsung menyebabkan dampak negatif dalam rantai makanan yang sering terbentuk di TPA melalui pengembalaan ternak sapi.
Sampah yang dapat terangkut ke TPA termasuk sampah plastik, sebenarnya hanya sekitar 60-70% dari jumlah sampah yang dihasilkan dari suatu wilayah. Masih ada sampah yang tidak terangkut. Perilaku masyarakat terkadang hanya ingin mudahnya saja dalam memperlakukan sampah yang ada. Beberapa kebiasaan negatif masyarakat ini antara lain dengan menumpuk sampah di suatu lahan kosong, membuang ke selokan/sungai atau membakarnya. Menumpuk sampah di suatu lahan tentu saja merugikan pemilik lahan dan mengakibatkan dampak lingkungan berupa bau, lalat dan pemandangan yang tidak indah. Membuang sampah ke sungai akan menyebabkan aliran air menjadi tersumbat. Pada kondisi tertentu penyumbatan ini akan berakibat fatal berupa banjir. Wilayah yang berada di bagian hilir sungai inilah yang akan menjadi korban akibat aktivitas pembuangan sampah ini.
Satu langkah penanganan sampah yang sering dijumpai masyarakat adalah dengan cara membakar sampah. Cara ini memang efektif untuk menghilangkan sampah. Namun jika yang dibakar adalah sampah plastik maka ada hal yang harus diwaspadai. Secara kimiawi bahan yang dibakar pada udara terbuka itu terjadi pada temperatur kurang dari 150 oC, pada proses seperti itu bahan-bahan akan mengalami peruraian oksidasi tidak sempurna. Beberapa jenis plastik itu jika terbakar akan menghasilkan senyawa dioksin yang bersifat karsinogenik (penyebab sakit kanker), penyebab gangguan syaraf dan kesehatan reproduksi. Oleh karena itu sangat tidak dianjurkan membakar sampah plastik. Edukasi pencegahan perilaku ini sangat penting untuk dilakukan.
Strategi penanganan sampah plastik hendaknya perlu dilakukan oleh seluruh pihak terkait, sehingga dampak sampah plastik dapat diminimalisir. Upaya 3R untuk plastik ini juga perlu semakin digalakkan. Penggunaan plastik yang bersifat biodegradable dapat menjadi alternatif. Upaya pengurangan kemasan plastik juga menjadi hal yang cukup efektif, khususnya untuk mengurangi kuantitas sampah tas kresek. Langkah akhir pengolahan sampah plastik adalah pengubahan sampah plastik menjadi residu melalui pembakaran menggunakan incinerator yang menggunakan proses temperatur tinggi. Dengan demikian akan dihasilkan residu sampah yang memiliki ukuran volume jauh lebih kecil.
Beberapa pemanfaatan sampah plastik juga sudah dikenal saat ini. Sampah plastik dapat dijadikan sebagai sumber energi. Plastik dapat dibakar untuk tanur industri semen atau pembakaran kapur. Saat ini juga dapat untuk bahan bakar ketel uap untuk pembangkit steam guna pembangkit listrik skala kecil. Beberapa jenis plastik dapat diolah dengan teknologi pirolisis sehingga dihasilkan fraksi hidrokarbon setara bensin atau solar. Untuk keperluan non energi, sampah plastik dapat dimanfaatkan untuk campuran aspal yang digunakan sebagai pelapis jalan.
Jadi sampah plastik meskipun banyak manfaat yang dapat diperoleh, namun jika sudah menjadi sampah maka ternyata menimbulkan permasalahan tersendiri. Sikap bijak kita lah untuk memperlakukan sampah ini sehingga tidak sampai menimbulkan dampak yang merugikan. Pihak-pihak terkait sampah ini termasuk masyarakat luas hendaknya dapat mengelola sampah plastik ini seefektif mungkin.