Link berita : https://entertainment.kompas.com/read/2019/04/16/090155210/tiga-guru-besar-tampil-di-sastra-bulan-purnama
YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Sastra Bulan Purnama edisi 91, yang akan diselenggarakan Selasa, 23 April 2019, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, Jalan Parangtritis Km 8,5, Tembi, Timbulharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta, akan diisi peluncuran buku puisi fotografi karya Novi Indrastuti dan Harno Depe yang berjudul Tapak Jejak Peradaban.
Kolaborasi puisi dan fotografi sudah beberapa kali dilakukan oleh Novi dan Harno. Keduanya seperti tidak mau memisahkan antara puisi dan fotografi. Bagi keduanya, fotografi mempunyai suasana puitis dan puisi mengandung visual fotografis. Novi Indrastuti sehari-hari mengajar di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya UGM, dan Harno Dwi Pranowo, Guru Besar UGM dan mengajar di Fakultas MIPA UGM.
Peluncuran antologi puisi ini akan menampilkan tiga guru besar. Selain Harno Dwi Pranowo, akan tampil Prof Dr Budi Wignyosoekarto, Guru Besar UGM, dan Prof Dr RM Teguh Supriyanto, Guru Besar Unesa, Semarang. Tentu Dr Novi Indrastuti sebagai penyair akan tampil di awal sebelum para guru besar tampil membacakan puisi karya mereka. Selain itu, seorang notaris, Armansyah Prasakti, SNot, MH; dari ISI Yogyakarta, Prima Dona Hapsari, SPd, MHum; dan seorang pegiat museum, RM Donny Surya Megananda, akan ikut tampil membacakan puisi karya Novi Indrastuti.
Jadi, selain akan dibacakan tiga guru besar, puisi Novi Indrastuti akan dibacakan oleh para pembaca yang memiliki profesi berbeda. Selain itu, beberapa puisi Novi akan digarap menjadi lagu oleh Nyoto Yoyok dan Ana Ratri. Keduanya sudah sering pentas lagu puisi, tidak hanya di Sastra Bulan Purnama, tetapi juga di tempat-tempat lain, termasuk di luar kota. Bagi Yoyok dan Ana Ratri, puisi tidak hanya dibacakan, tetapi bisa diolah menjadi lagu, tetapi nuansa puisinya tidak hilang.
“Setiap mengolah puisi menjadi lagu, saya berusaha menjaga agar puisinya tetap kental, dan lagunya tidak jatuh menjadi sejenis lagu pop,” ujar Nyoto Yoyok. Ons Untoro, selaku koordinator Sastra Bulan Purnama, mengatakan, Novi dan Harno memiliki kepekaan menangkap momentum puitis, hanya keduanya berbeda dalam merespons. Harno menangkap momentum melalui kamera dan Novi menuliskannya dalam bentuk puisi.
“Momentum puitis yang ditangkap oleh Novi dan Harno dirajut menjadi satu buku puisi-fotografi dan diluncurkan di Sastra Bulan Purnama,” ujar Ons Untoro. Sebelumnya, Harno dan Novi menerbitkan buku sejenis pada 2018 dan diberi judul Kepundan Kasih. Dalam buku puisi-fotografi ini, Harno menyajikan foto-foto yang obyeknya diambil di sejumlah kota, tidak hanya obyek di Yogya. “Setiap kali saya pergi memang tidak lupa membawa foto. Setiap momentum selalu akan saya bidik dari lensa kamera,” ujar Harno. Ons Untoro menjelaskan, Sastra Bulan Purnama yang sudah berjalan lebih dari 7 tahun ini memang mengutamakan peluncuran buku puisi. Penyair dari sejumlah kota pernah tampil di Sastra Bulan Purnama untuk meluncurkan buku puisi karya mereka. Namun, ada juga yang meluncurkan novel, seperti dilakukan Yudhistira Massardi dan Noorca Massardi, 20 Februari 2019. Kedunya meluncurkan novel dalam judul yang bebeda. (*)