Link berita : https://www.merdeka.com/jateng/limbah-masker-bekas-meningkat-selama-masa-pandemi-ini-saran-pakar-lingkungan-ugm.html
Merdeka.com – Merebaknya Virus Corona membuat penggunaan masker menjadi sesuatu yang wajib dilakukan. Walaupun dipercaya menjadi salah satu cara yang efektif untuk mencegah meluasnya penyebaran virus, penggunaan masker di tengah masyarakat bukannya tanpa efek samping.
Hal inilah yang diyakini betul oleh seorang pakar lingkungan UGM Suherman, Ph.D. Menurutnya, karakteristik masker yang terbuat dari bahan utama fiber atau kertas membuat pelindung mulut itu harus segera dibuang setelah digunakan.
“Bisa dibayangkan, berapa juta sampah masker yang ada di lingkungan sekitar mengingat prediksi pandemi ini masih akan dihadapi selama beberapa waktu ke depan dan mempertimbangkan 270 juta penduduk Indonesia yang membutuhkan perlindungan,” terang Suherman dikutip dari Ugm.ac.id pada Rabu (27/5).
Menurut Suherman, masker bekas merupakan sampah non daur ulang sehingga harus dibuang atau diolah di tempat pengelolaan sampah. Tak hanya itu, pengolahannya diperlukan metode khusus seperti insenerator atau pirolisis.
Dilansir dari Ugm.ac.id pada Rabu (27/5), karena keterbatasan masker, ada pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang mendaur ulang sampah. Sebelum didaur ulang, sampah masker terlebih dahulu dibersihkan dan diseterika agar terlihat seperti baru. Oleh karena itu sampah yang akan dibuang dipastikan digunting terlebih dahulu.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 56 Tahun 2015, limbah masker dikategorikan sebagai limbah medis yang butuh penanganan khusus.
Artinya, keberadaan masker bekas di lingkungan memunculkan risiko kesehatan dari bakteri dan virus yang terbawa pada masker bekas tersebut.
“Saat serakan masker bekas terkena hujan maka bakteri dan virus masuk ke badan air dan sumber air minum konsumsi masyarakat,” ujar Suherman.
Di samping masker, hal utama yang perlu diperhatikan selama masa pandemi adalah penggunaan disinfektan. Penggunaan disinfektan dapat ditemui di berbagai fasilitas publik seperti dalam gedung sekolah, tempat ibadah, jalan raya, dan area pemukiman.
Menurut Suherman, penggunaan disinfektan memang merupakan langkah tepat guna antisipasi penyebaran COVID-19. Namun di musim hujan, penggunaannya yang berlebihan bisa menjadi problem lingkungan karena akan tersapu oleh air hujan yang datang.
Hal ini dikarenakan bahannya yang mengandung cairan kimia bisa berbahaya tidak hanya bagi manusia atau hewan, namun juga mikroorganisme yang berperan penting untuk kesuburan tanah.
Suherman juga menjelaskan tentang hal lain yang perlu diwaspadai selama masa pandemi yaitu melonjaknya sampah rumah tangga.
Pelonjakan sampah rumah tangga terjadi karena konsentrasi masyarakat yang akan banyak menghabiskan waktu di rumah. Oleh karena itu dia menyarankan sistem pengolahan sampah perlu ditingkatkan lagi agar kenyamanan masyarakat tetap terjaga.