Link berita : https://republika.co.id/berita/qazhee328/bahaya-membuang-masker-medis-tidak-di-tempatnya
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN — Wabah virus corona baru yang menyebabkan Covid-19 memberi dampak dalam berbagai sektor kehidupan, termasuk lingkungan hidup. Khususnya, yang disebabkan penggunaan alat pelindung diri (APD) di tengah-tengah masyarakat.
“Penggunaan APD standar seperti masker dan hand sanitizer di masyarakat kian meningkat sebagai upaya mencegah infeksi Covid-19,” kata Dosen dan Peneliti Lingkungan FMIPA UGM, Suherman, Rabu (27/5).
Ia mengatakan, alkohol, utamanya ethyl-alcohol yang menjadi bahan utama handsanitizer relatif aman terhadap lingkungan. Sebab, alkohol memiliki sifat volatil, sehingga mudah menguap ke udara menjadi fasa gas.
Hal itu jauh berbeda dengan masker karena memiliki bahan utama fiber atau kertas yang harus dibuang setelah digunakan. Bisa dibayangkan, berapa juta sampah masker yang ada di lingkungan sekitar masyarakat seluruh Indonesia.
“Mengingat prediksi pandemi Covid-19 ini masih akan dihadapi setidaknya hingga beberapa waktu ke depan yang mempertimbangkan 270 juta penduduk Indonesia yang membutuhkan perlindungan,” ujar Suherman.
Masker bekas sendiri merupakan sampah non-daur ulang, sehingga harus dibuang atau diolah di tempat pengelolaan sampah (TPS). Pengolahan dilakukan dengan metode yang benar seperti insenerator atau pirolisis (termal tanpa oksigen).
Ia menilai, di tengah tingginya permintaan masker dan pasokan terbatas, kini tidak jarang ditemukan pihak yang mendaur ulang sampah masker. Sampah masker dibersihkan dan disetrika agar rapi sebelum diedarkan lagi.
“Oleh sebab itu, dianjurkan sebelum membuang pastikan masker tersebut dirusak atau digunting terlebih dulu,” kata Suherman.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) No. 56 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, limbah masker dikategori limbah medis. Artinya, lanjut Suherman, membutuhkan penanganan khusus. Keberadaan masker bekas di lingkungan memunculkan risiko kesehatan akibat bakteri dan virus yang terbawa di sampah masker tersebut.
“Saat serakan masker bekas terkena hujan, maka bakteri dan virus masuk ke badan air dan sumber air minum konsumsi masyarakat,” ujar Suherman.
Selain masker dan alkohol, penggunaan cairan disinfektan turut melonjak guna mencegah penularan Covid-19. Penggunaan sering dijumpai di fasilitas seperti dalam gedung sekolah, tempat ibadah, jalan raya dan area pemukiman.
Menurut Suherman, tindakan membersihkan lingkungan langkah tepat, terutama di fasilitas yang dijadikan lokasi interaksi antar warga. Misalkan, balai pertemuan RT atau RW, tempat ibadah, sekolah, dan lain-lain.
Namun, pada musim penghujan seperti saat ini, pemakaian disinfektan yang berlebihan berpotensi menjadi masalah lingkungan. Pasalnya, akan tersapu oleh air hujan yang datang.
Larutan disinfektan umumnya terdiri dari belzalkomium klorida, hipoklorit, fenol ataupun hidrogen peroksida dan dapat dengan mudah diperoleh di pasar. Ada dalam bentuk cairan pembersih lantai rumah, kamar mandi dan lain-lain.
Bahan kimia disinfektan saat di lingkungan tidak hanya membutuh bakteri dan virus penyakit yang berbahaya bagi manusia. Tapi, membunuh mikroorganisme yang berperan penting di siklus nutrien tanah yang berdampak kesuburan.
Suherman mengingatkan, di tengah-tengah pandemi ini masyarakat perlu menjaga rasionalitas. Menempatkan nalar dan obyektivitas menanggapi serbuan berbagai informasi berbagai terkait Covid-19.
Masyarakat diharapkan bisa memilih informasi dan cara bertindak. Misalnya, mendonasikan sebagian harta untuk pemenuhan kelengkapan APD tenaga medis dibanding memborong disinfektan yang disemprotkan secara membabi-buta.
Pemerintah, baik pusat dan daerah, juga harus menjaga kewaspadaan. Adanya pembatasan aktivitas masyarakat akan menggeser banyak hal, termasuk tentang persampahan yang tidak cuma membuat sampah kota mungkin akan berkurang.
“Namun, sampah dan limbah rumah tangga akan melonjak akibat konsentrasi penduduk yang terisolasi di rumah. Karenanya, diharapkan sistem pengelolaan sampah domestik perlu ditingkatkan agar kenyamanan masyarakat tetap terjaga,” kata Suherman.