Link berita : https://tegas.co/2019/07/18/marak-impor-sampah-bukti-indonesia-tak-berdaya/
Tumpukan sampah kertas yang diimpor oleh sebuah perusahaan pabrik kertas sebagai bahan baku kertas di Mojokerto, Jawa Timur, Rabu (19/6/2019). Sumber, iNews.id.
Indonesia diperkirakan menerima sedikitnya 300 kontainer yang sebagian besar menuju ke Jawa Timur setiap harinya.
Dalam beberapa bulan terakhir juga Indonesia kedapatan banyak kontainer sampah impor yang bermasalah dari negara lain. Pada akhir Maret lalu misalnya, ada 5 kontainer sampah impor bermasalah yang dikirim dari Seattle di Amerika Serikat ke Surabaya, Jawa Timur.
Selain itu, kontainer sampah impor bermasalah juga ditemukan di Batam, Kepulauan Riau. Dilansir Antara, tim gabungan dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam, dan Kantor Pelayanan Umum Bea Cukai Batam akan menindaklanjuti 65 kontainer sampah impor bermasalah yang ditemukan di Pelabuhan Bongkar Muat Batu Ampar, Batam.
65 kontainer tersebut merupakan milik dari 4 perusahaan yang datang secara bertahap sejak awal Mei lalu. Namun hingga kini puluhan kontainer tersebut belum dikirimkan balik ke negara asalnya.
“Kalau (65 kontainer) yang ada di Batam baru akan diinvestigasi minggu ini. Saya belum bisa kasih penjelasan,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati kepada Antara di Jakarta, Ahad (16/6).
Penyebab Maraknya Impor Sampah di Indonesia
Peneliti minat lingkungan FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM), Suherman, menyebutkan, masuknya sampah dari luar negeri disebabkan kebijakan Cina pada 2018. Yaitu, untuk membatasi impor sampah.
Sedangkan, Cina menjadi produsen pengolahan sampah daur ulang terbesar dunia. Cina menjadi penyerap tidak kurang 45 persen sampah dunia untuk didaur ulang.
Akibat pembatasan impor sampah itu menjadikan pengekspor sampah dari negara-negara maju mencari negara alternatif. Utamanya, sebagai tujuan pengiriman sampah domestik padat mereka.
“Akhirnya, pemilik sampah di negara maju mencari alternatif dan negara-negara berkembang menjadi tujuan dari sampah-sampah impor, termasuk Indonesia,” kata Suherman, Kamis (20/6).
Sementara, industri pengolahan sampah daur ulang di Indonesia tidak besar. Sistem pengelolaan sampah belum pula berjalan secara maksimal dengan angka daur ulang masih 10 persen hingga 20 persen.
Indonesia Lemah pada Sisi Politik dan Ekonomi Internasional
Masuknya sampah khususnya plastik dan tidak bisa didaur ulang dari luar negeri bukan kali pertama di Indonesia. Kondisi ini telah terjadi pada 2007, 2011, 2015 dan 2016. Maka Ini, merupakan kejadian berulang.
Padahal Indonesia telah memiliki hukum yang mengatur tata niaga ekspor impor, termasuk sampah. Namun, terdapat perbedaan antara aturan yang tertulis dengan yang terjadi. Impor sampahpun kerap terjadi secara berulang.
Belum lagi adanya tumpang tindih kewenangan hukum dalam organ negara seperti yang terjadi antara Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Parahnya terdapat perbedaan hukum Indonesia dengan negara pengekspor sampah. Hal ini, menimbulkan celah yang membuat sampah plastik bisa masuk.
Maka, jelas maraknya impor sampah bukti begitu lemahnya posisi Indonesia dalam politik dan ekonomi internasional sekaligus bukti lemahnya wibawa negara di hadapan para pengusaha yang mengordernya.
Semua itu, disebabkan oleh sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia dimana hukum yang digunakan adalah hukum buatan manusia yang jelas-jelas memiliki jalan buntu, sehingga tidak bisa diharapkan.
Impor Sampah dalam Pandangan Islam
Maraknya impor sampah di Indonesia mencerminkan rendahnya posisi tawar ndonesia di mata negara importir sampah. Tingginya biaya pengelolaan sampah menjadikan negara luar mengimpor sampahnya ke Indonesia. Tidak sedikit sampah yang diimpor bermasalah dan berbahaya bagi kesehatan. Maka hal ini, tidak dibenarkan dalam Islam dan harus dihentikan. Namun, Indonesia tidak berdaya.
Indonesia negara yang kaya raya hanya bisa kuat dan berdaya, baik ke dalam maupun ke luar negeri ketika punya landasan kokoh yakni ideologi dan diurus dengan aturan yang benar, yakni aturan-aturan Islam. Islam sendiri memiliki sistem pengelolaan sampah yang sistematik.
Dalam Islam, pengelolaan sampah dibingkai dalam 3 kerangka besar, yakni:
Pertama, individual. Dalam kerangka individual, Islam mendorong kesadaran individu terhadap kebersihan, sebagaimana hadis Rasulullah SAW: ‘Islam itu bersih, maka jadilah kalian orang yang bersih. Sesungguhnya tidak masuk surga kecuali orang-orang yang bersih.” (HR. Baihaqi).
Kedua, komunal. Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Sesungguhnya Allah itu baik (dan) menyukai kebaikan, bersih (dan) menyukai kebersihan, mulia (dan) menyukai kebagusan. Oleh sebab itu, bersihkanlah lingkunganmu”. (HR. Tirmidzi).
Ketiga, Pemerintah. Sejarah Kekhilafahan Islam telah mencatat pengelolaan sampah sejak abad 9 – 10 M. Pada masa Bani Umyyah, jalan-jalan di Kota Cordoba bersih dari sampah karena ada mekanisme menyingkirkan sampah di perkotaan yang idenya dibangun oleh Qusta ibn Luqa, ar-Raszi, Ibn al-Jazzar dan al-Masihi. Tokok-tokoh ini telah mengubah sistem pengelolaan sampah yang awalnya diserahkan kepada masing-masing orang, karena di perkotaan padat penduduk telah berpotensi menciptakan kota yang kumuh. (Lutfi Sarif hidayat, 2011).
Dengan demikian, Islam jelas dalam mengatasi masalah pengelolaan sampah dalam negerinya dan impor sampah tidak menjadi pilihan.
Di sisi lain, kedaulatan dan kemandirian Indonesia dalam menopang industri tanah air harus ditampakkan. Pengelolaan harta milik negara dan milik umum tidak diserahkan kepada asing, agar hasil pengelolaan tersebut bisa dimanfaatkan untuk menopang industri skala kecil, menengah ataupun industri besar.
Demikianlah pengaturan Islam dalam kehidupan, yang membawa banyak kebaikan dan keberkahan. Wallahu a’lam Bishawwab.
DEWI TISNAWATI