Link berita : https://news.okezone.com/read/2011/08/23/372/495271/kulit-salak-disulap-jadi-bioetanol
JAKARTA – Melihat banyak petani salak yang membuang limbah salak di Dukuh Dusun Kelor, membuat mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Universitas Gajah Mada (KKN UGM) tergerak untuk memanfaatkan limbah tersebut menjadi bahan bakan pengganti minyak tanah Bioetanol. Limbah yang digunakan untuk membuat Bioetanol yakni tidak hanya dari kulit salak saja, tetapi juga dari pelepah dan biji salak.
Dosen Pembimbing Lapangan KKN UGM Karna Wijaya mengatakan, rata-rata limbah salak busuk yang tidak layak jual sebanyak lima persen. Sayang, jika limbah daging salak ini tidak di manfaatkan.
Dengan dimanfaatkannya limbah salak, maka kebutuhan energi Dusun Kelor akan bisa memenuhi kebutuhan energinya, “Kita ingin membangun desa energi mandiri minimal 60 persen dari kebutuhan energi bisa dipenuhi sendiri di sini,” kata Karna, demikian yang dikutip dari situs UGM, Selasa (23/8/2011).
Menurut Dosen Kimia Fakultas MIPA ini, Bioetanol dibuat menggunakan alat deselitator yang berkapasitas 25 liter, yang terdiri dari dua tabung. “Adapun sebelumnya limbah salak difermentasikan terlebih dahulu selama satu pekan dengan menambah rugi dan urea. Cairan fermentasi kemudian dipanaskan dengan suhu 70 derajat pada tabung destilasi,” Karna menjelaskan.
Salah satu mahasiswa KKN Muhammad Shidip menuturkan, pemanfaatan limbah salak untuk diolah menjadi bahan bakar alternatif melalui pemasangan alat instalasi bioetanol merupakan tema program KKN yang dilaksanakan di Kecamatan Turi, Sleman.
“Dengan dibantu 30 mahasiswa peserta KKN lainnya, diadakan pula sosialisasi dan penelitian kepada petani salak. Kita sudah mengadakan empat kali pelatihan,” kata Shidiq.
Ada pun cara membuat bioetanol ini, papar Shidiq, adalah dengan mengupas daging salak, kemudian diparut hingga halus. “Setelah itu dimasukkan ke ember atau drum dicampur dengan ragi dan urea untuk mempercepat proses fermentasi yakni tiga hingga empat hari. Kemudian cairan hasil fermentasi disaring dan dimasukan ke tabung destilisator,” jelasnya.
Alat instalasi ini disambut baik oleh Kepala Dukuh Dusun Kelor, Darmojo. Dia berharap agar alat instalator segra di terapkan oleh warga yang mayoritas adalah petani salak.
“Bukan hanya pengganti minyak tanah saja, teapi juga bisa meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka. Untuk diketahu, hasil panen salak di Dusun Kelor mencapai 8-9 ton, dan lima persennya tidak layak jual,” aku Darmojo. Dia menjelaskan, setiap seribu meter persegi kebun salak, terdiri dari 300-an rumpun, dan tiap satu rumpun mampu menghasilkan panen dua hingga tiga kilo salak.