Penulis : Stalis Norma Ethica.
Lahir di Surabaya tanggal 23 Desember 1976. Beliau mendapat gelar S1 dan S2 dari jurusan Kimia FMIPA UGM dengan beasiwa master dari ASEA UNINET – AIC (Austria-Indonesia Center for Computational Chemistry) tahun 2000-2002. Gelar Doktor (S3) Bioteknologi diterima dari UGM tahun 2014. Sejak tahun 2016 hingga saat ini berstatus menjadi dosen di Program Studi D3 dan S2 Teknologi/ Sains Laboratorium Medis, Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan (FIKKES) Universitas Muhammadiyah Semarang (UNIMUS).
Di Indonesia jumlah rumah sakit dan pusat layanan kesehatan lainnya seperti laboratorium medis dan puskesmas terus meningkat. Sedikitnya pada tahun 2013 jumlah rumah sakit di Indonesia telah mencapai 2.200 unit. Di Provinsi Jawa Tengah, jumlah rumah sakit meningkat 16 unit hanya dalam kurun waktu 2012 – 2013. Di satu sisi, banyaknya pusat layanan medis meningkatkan pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan bagi masyarakat. Di lain pihak, limbah biomedis yang dihasilkan pusat pelayanan medis juga meningkat dan menjadi ancaman kesehatan publik bila tidak ditangani dengan baik.
Dalam rangka memperingati hari sampah nasional 21 Februari 2019, Dr. Stalis Norma Ethica, M.Si. menekankan pentingnya penanganan limbah khususnya limbah biomedis cair melalui bioremediasi. Bioremediasi adalah degradasi limbah yang melibatkan penggunaan makhluk hidup untuk mengurangi atau menghilangkan polutan di area terkontaminasi, yang menghasilkan pemulihan ke keadaan alamiahnya semula tanpa gangguan lebih lanjut terhadap lingkungan lokalnya. Melalui publikasi dalam jurnal Health & Technology yang diterbitkan Springer, Jerman edisi Juli 2018 Dr. Norma bersama tim telah melaporkan pengembangan suatu metode remediasi biologi untuk penanganan limbah biomedis cair menggunakan bakteri pendegradasi bahan organik sebagai agen bioremediasi.
Mengapa dipilih bakteri hidrolitik? Limbah biomedis memiliki kandungan bahan organik yang tinggi karena berasal dari berbagai sisa bahan dan sampel klinis seperti sel, jaringan dan cairan tubuh manusia. Keberadaan bakteri pendegradasi bahan organik (hidrolitik) yang berasal dari limbah biomedis asal (indigen), khususnya yang bersifat non patogen merupakan komponen yang berharga untuk dijadikan agen bioremediasi. Penggunaan bakteri hidrolitik sebagai agen bioremediasi limbah organik, khususnya limbah minyak bumi sudah banyak dilaporkan, namun yang digunakan untuk limbah biomedis belum ada. Walaupun sama-sama limbah organik, kedua jenis limbah memiliki karakteristik bahaya yang berbeda.
Dibandingkan jenis limbah yang lain, limbah biomedis cair cenderung dihasilkan dalam jumlah yang relatif sedikit. Hal ini sering menjadi alasan sebagian masyarakat untuk menganggap bahwa limbah biomedis tidak perlu dikhawatirkan. Namun yang harus dipahami, limbah biomedis bersifat infeksius dan dapat mengkontaminasi limbah lain. Jadi, bila jumlah yang sedikit tadi mengkontaminasi limbah lain yang jumlahnya besar, maka jumlahnya menjadi berlipat ganda. Hal ini karena limbah biomedis, selain mengandung berbagai bahan kimia termasuk senyawa obat berbahaya, juga mengandung parasit dan mikroorganisme patogen dari kelompok jamur, bakteri dan virus yang dapat menginfeksi dan berkembang biak.
Kendala penanganan limbah biomedis di Indonesia adalah mahalnya pembangunan fasilitas IPAL berikut biaya operasionalnya. Faktanya, tidak semua rumah sakit di Indonesia memiliki IPAL yang memadai. Sementara itu di seluruh dunia, metode penanganan limbah biomedis juga dinilai masih mahal karena berbasis instrumen berbiaya tinggi seperti autoklaf. Metode desinfeksi dengan bahan kimia serta pembakaran dengan insinerator juga masih banyak digunakan. Padahal kedua metode tersebut diketahui tidak ramah lingkungan karena penggunaannya menghasilkan bahan polutan baru. Secara spesifik, badan kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2017 telah merekomendasikan metode noninsinerasi untuk penanganan limbah biomedis di Indonesia. Salah satu metode noninsinerasi yang ekonomis dan ramah lingkungan adalah bioremediasi.
Bakteri hidrolitik indigen sebagai agen bioremediasi limbah biomedis cair rumah sakit telah menjadi fokus penelitian Dr. Norma sejak tahun 2017. Penelitian dasar yang telah dilakukan sebelumnya didanai oleh Kemenristek Dikti melalui hibah penelitian Pascadoktor tahun 2017 dan 2018 dengan profesor pengarah dari Universitas Diponegoro, yaitu Prof. Dr. Agus Sabdono, M.Sc. Sejumlah rumah sakit baik rumah sakit pemerintah maupun swasta di Kota Semarang Jawa Tengah menjadi lokasi sampling penelitian tersebut. Bakteri yang tergolong beneficial microbes dari limbah biomedis diharapkan dapat diisolasi, diperbanyak dalam bentuk konsorsium dan kemudian dikemas berupa mikrokapsul agar dapat digunakan langsung di berbagai unit penanganan limbah biomedis di Indonesia. Sebagai bagian dari kekayaan intelektual nasional, rangkaian prosedur inovasi yang diperoleh telah didaftarkan paten dan sedang menunggu uji substantif. Setelah prototipe produk agen bioremediasi limbah biomedis cair ini diperoleh, keterlibatan pihak ketiga sebagai investor tentunya akan sangat dinantikan dalam rangka hilirisasi dan komersialisasi hasil penelitian.
Pengembangan agen bioremediasi untuk limbah biomedis dari kelompok bakteri hidrolitik di Indonesia telah dimulai dan diharapkan menjadi yang pertama di dunia. Namun demikian inovasi penanganan limbah lainnya melalui bioremediasi masih perlu terus dilakukan. Kelompok organisme lain seperti jamur dan tanaman menyimpan potensi untuk dikembangkan menjadi agen bioremediasi dalam penanganan berbagai jenis limbah yang membebani lingkungan sekitar kita. Dunia masih membutuhkan berbagai terobosan pengolahan limbah atau sampah yang lebih terjangkau, praktis dan ramah lingkungan melalui bioremediasi.